Brahmana Purana

Om Swastyastu

Bumi berputar tanpa pernah berhenti sepanjang Djaman, saatnya renkarnasi Brahmana Mpu Muncul kembali ditandai dengan menjamurnya Warga Masyarakat Bali membangun kembali Brahmana-brahmana yang bergelar Mpu. dan Pandita Mpu. Sesuai dengan Prasasty yang ada, bahwa Mpu adalah Brahmana Jati bukan Brahmana Sudra Wangsa. (Sulinggih Jaba) tak perlu ragu diberikan kepercayaan untuk memuput/ngajengin Upacara - Upacara Keagamaan Hindu (Panca Yadnya ) siapapun Warga Masyarakat Umat Hindu umumnya di P Bali. lebih jelas diuraikan secara gamblang didalam uaraian Prasasty dibawah ini, untuk menghindari terjadinya perpecahan antara sesama saudara sekandungan sekawitan, dan demi mejaga keutuhan NKRI ada baiknya kita pahami Cerita dibawah ini

Om Santih,Santih,Santih.
Sesuai dengan cerita dari Historycal ADIPATI I (DALEM KETUT KRESNA KEPAKISAN ) dibawah ini dicertakan bahwa, ANAK AGUNG ( DALEM KRESNA KEPAKISAN ) yang selanjutnya menurunkan (melahirkan ) yang bernama PRADEWA. dan Belaiu DALEM KRESNA KEPAKISAN (ANAG AGUNG) DWAGUNG/ DEWA AGUNG  adalah seorang Brahmana yang bergelar MPU KRESNA KEPAKISAN yang diangkat menjadi ADIPATI BALI I kemudian diberi Gelar DALEM SRI KRESNA KEPAKISAN.

ADIPATI BALI I
DALEM KETUT SRI KRESNA KEPAKISAN

A.Silsilah Keturanan Sri Kresna Kepakisan
Sesuai sumber yang ada http://sejarah-puri-pemecutan.blogspot.com/2010/01/dalem-ketut-sri-kresna-kepakisan.html

Dasar Bhuwana distanakan Raja (Dalem) pertama di Bali.
"Kepakisan" asal katanya "Pakis" berarti Paku. Gelar Kepakisan diberikan kepada Brahmana yang ditugasi sebagai Raja (Dalem) atau Kesatria. Gelar Kepakisan yang diberikan kepada Kesatria adalah: Sira-Arya Kepakisan. Beliau adalah keturunan Sri Jayasabha, berasal dari keturunan Maha Raja Airlangga, Raja Kahuripan (Jawa). Gelar "Paku" di Jawa pertama kali digunakan oleh Susuhunan Kartasura: Paku Buwono I pada tahun 1706 M.

diceritakan Mpu Wira Dharma berputra tiga orang yaitu: Mpu Lampita, Mpu Adnyana, Mpu Pastika. Selanjutnya Mpu Pastika berputra dua orang yaitu: Mpu Kuturan berasrama di Lemah Tulis dan Mpu Beradah pergi ke Daha serta menjadi pendeta kerajaan (bhagawanta) dari Raja Airlangga dan dikaitkan dengan cerita Calonarang yang amat terkenal di Bali. Kemudian Mpu Beradah berputra seorang yang bernama Mpu Bahula yang kemudian kawin dengan Ratnamanggali. Dari perkawinan ini lahirlah beberapa putra: Mpu Panawasikan, Mpu Asmaranatha, Mpu Kepakisan dan Mpu Sidimantra. Akhirnya Mpu Panawasikan berputra: Mpu Angsoka, Mpu Nirartha. Mpu Kepakisan yang berputra empat orang yaitu: tiga putra dan seorang putri. Putra yang bungsu Mpu Kresna Kepakisan diangkat menjadi raja di Bali.

Dengan demikian Sri Kresna Kepakisan yang menjadi Raja di Bali adalah dari keturunan Brahmana yang kebangsawanannya diubah menjadi kesatrya atau dari Danghyang/ Mpu menjadi Sri.

B. Pengangkatan Dinasti Sri Kresna Kepakisan
Dalem Ketut kemudian bergelar Dalem Sri Kresna Kepakisan, mulai memimpin Pemerintahan Kerajaan Bali Dwipa pada tahun 1350 M atau 1272 isaka. Oleh penduduk Bali beliau disebut sebagai I Dewa Wawu Rawuh atau Dalem Tegal Besung. Dalam Perjalanannya dari Majapahit ke Pulau Bali rombongan dari majapahit mendarat di pantai Lebih, kemudian ke arah timur laut menuju Samprangan

Dalam pemerintahannya Dalem Sri Kresna Kepakisan didampingi oleh Arya Kepakisan/ Sri Nararya Kresna Kepakisan yang menjabat sebagai Patih Agung berasal dari Dinasti Warmadewa yang merupakan keturunan Raja atau Kesatrya Kediri. Sehingga baik Adipati maupun Patih Agungnya berasal dari satu desa yaitu desa Pakis di Jawa Timur sehingga setibanya beliau di Bali menggunakan nama yang hamper sama yaitu Adipatinya bergelar Dalem Ketut Kresna Kepakisan sedangkan patih agungnya bergelar Arya Kepakisan atau Sri Nararya Kresna Kepakisan

Dalam pemerintahannya dalem didampingi oleh Ki Patih Wulung yang menjabat sebagai Mangku Bumi. Ibu kota Kerajaan dipindahkan dari Gelgel ke Samprangan (Samplangan). Dipilihnya Daerah Samprangan karena ketika ekspedisi Gajah Mada, desa Samprangan mempunyai arti historis, yaitu sebagai perkemahan Gajah Mada serta tempat mengatur strategi untuk menyerang kerajaan Bedahulu. Dalam kenyataan menunjukkan bahwa jarak desa Bedahulu ke Samprangan hanya kurang lebih 5 km.

Dari Babad Dalem diketahui bahwa dalam menjalankan pemerintahan sebagai wakil dari Majapahit di Pulau Bali Dalem Sri Kresna Kepakisan dibekali dengan pakaian kebesaran kerajaan dan sebilah keris yang bernama Si Ganja Dungkul yang memberikan konsep kebudayaan yang memadukan kebudayaan Jawa dengan Bali, dan tanda-tanda kebesaran itu berfungsi sebagai symbol atau lambang kekuasaan yang sah.

Dalem Sri Kresna Kepakisan beristri dua, yaitu yang pertama:
Ni Gusti Ayu Gajah Para, merupakan putri dari Arya Gajah para melahirkan:
1. Dalem Wayan (Dalem Samprangan)
2. Dalem Di-Madia (Dalem Tarukan)
3. Dewa Ayu Wana (putri, meninggal ketika masih anak-anak)
4. Dalem Ketut (Dalem Ketut Ngulesir). I

Dari Istri yang kedua: Ni Gusti Ayu Kuta Waringin merupakan putri dari Arya Kutawaringin , melahirkan:
1. Dewa Tegal Besung.

C. Sistem Pemerintahan
Masa pemerintahan Sri Kresna Kepakisan di Bali merupakan awal terbentuknya dinasti baru yaitu dinasti Kresna Kepakisan yang kemudian berkuasa di Bali sampai awal abad ke-20 (1908). Beliau membawa pengaruh-pengaruh baru dari Majapahit termasuk para bangsawan. Bangsawan baru ini merupakan kelompok elite yang menempati status dan peranan penting atas struktur pelapisan masyarakat Bali. Hal ini sekaligus menggeser kedudukan dan peranan bangsawan dari kerajaan Bali Kuno.

Semasa pemerintahan Sri kresna Kepakisan di Samprangan diwarnai dengan pemberontakan-pemberontakan di desa-desa Bali Aga seperti: desa Batur, Cempaga, Songan, Kedisan, Abang, Pinggan, Munting, Manikliyu, Bonyoh, Katung, Taro, Bayan, Tista, Margatiga, Bwahan, Bulakan, Merita, Wasudawa, Bantas, Pedahan, Belong, Paselatan, Kadampal dan beberapa desa yang lain. Atas peristiwa pemberontakan yang terus-menerus Dalem merasa putus asa dan mengirim utusan ke Majapahit, melaporkan bahwa Dalem tidak mampu mengatasi situasi di Bali. Untuk memecahkan persoalan ini, Gajah Mada memberikan nasehat kepada Kresna Kepakisan, serta simbul-simbul kekuasaan dalam bentuk pakaian kebesaran dan keris pusaka Ki Lobar disamping keris yang bernama Si Tanda Langlang yang terlebih dahulu belia bawa.

D. Sistem Kepemimpinan
Raja yang dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia, memegang otoritas politik tertinggi dan menduduki puncak hierarki kerajaan. Dalam melaksanakan pemerintahan, raja dibantu sejumlah pejabat birokrasi. Para putra dan kerabat dekat raja diberi kedudukan tinggi dalam jabatan birokrasi. Para putra mahkota sebelum menjadi raja biasanya mereka diberi kedudukan sebagai raja muda (Yuwaraja). Raja dibantu oleh suatu lembaga yang merupakan dewan pertimbangan pada raja. Anggotanya ialah para sanak saudara raja. Dalam kekawin Negara Kertagama disebut dengan nama Pahem Narendra

Jabatan yang lain ialah Dharma Dhyaksa ialah pejabat tinggi kerajaan yang bertugas menjalankan fungsi yurisdiksi keagamaan. Ada dua Dharma Dhyaksa yaitu Dharma Dhyaksa ring Kasaiwan untuk urusan agama Siwa, dan Dharma Dhyaksa ring Kasogatan untuk urusan agama Budha. Dalem Sri Kresna Kepakisan dalam menjalankan pemerintahannya di bantu oleh para Arya yang terlebih dahulu menetap di Bali yang kedatangannya bersamaan dengan ekspedisi Majapahit bersama Patih Gajah Mada juga dibantu para Arya yang menyertai perjalanan Dalem Sri Kresna Kepakisan dari Majapahit ke Bali.
Para arya tersebut diantaranya :

1 Arya Kenceng mengambil tempat di Tabanan
2 Arya Kanuruhan mengambil tempat di Tangkas
3 Kyai Anglurah Pinatih Mantra di Kertalangu
4 Arya Dalancang mengambil tempat di Kapal
5 Arya Belog mengambil tempat di Kaba Kaba
6 Arya Pangalasan
7 Arya Manguri
8 Arya Gajah Para dan adiknya Arya Getas mengambil tempat di Toya Anyar
9 Arya Temunggung mengambil tempat di Petemon
10 Arya Kutawaringin bertempat tinggal di Toya Anyar Kelungkung
11 Arya Belentong mengambil tempat di Pacung
12 Arya Sentong mengambil tempat di Carangsari,
13 Kriyan Punta mengambil tempat di Mambal
14 Arya Jerudeh mengambil tempat di Tamukti
15 Arya Sura Wang Bang asal Lasem mengambil tempat di Sukahet
16 Arya Wang Bang asal Mataram tidak berdiam di mana-mana
17 Arya Melel Cengkrong mengambil tempat di Jembrana
18 Arya Pamacekan mengambil tempat di Bondalem,
19 Sang Tri Wesya: Si Tan Kober di Pacung, Si Tan Kawur di Abiansemal dan Si Tan Mundur di Cegahan
Demikian dikatakan di Babad Dalem.

E. Kehidupan beragama
Mengenai kehidupan beragama pada masa kerajaan Samprangan tidak begitu banyak diketahui karena kerajaan Samprangan berlangsung tidak begitu lama yaitu kurang dari setengah abad. Selain itu keadaan pemerintahan belum stabil sebagai akibat munculnya pemberontakan pada desa-desa Bali Aga. Agama yang dianut masyarakat pada masa ini adalah diduga Siwa-Budha, dimana dalam upacara-upacara keagamaan kedua pendeta itu mempunyai peranan yang penting. Apabila ditinjau dari segi jumlah penganut dan pengaruhnya, agama Siwa tergolong lebih besar dari agama Budha, karena menurut sumber-sumber arkeologi agama Siwa berkembang lebih dulu dari agama Budha. Agama Siwa yang dipuja ketika ini adalah dari aliran Siwa-Sidhanta dengan konsep ke-Tuhanannya yang disebut Tri Murti yaitu tiga kemahakuasaan Hyang Widhi: Brahma, Wisnu, dan Siwa. Ketiga Dewa Tri Murti tadi akhirnya dimanifestasikan ke dalam setiap desa adat di Bali yang terkenal dengan nama Pura Kahyangan Tiga, yaitu: Pura Desa/Bale Agung sebagai sthana dari Dewa Brahma, Pura Puseh sthana Wisnu dan Pura Dalem sthana Siwa. Selain pura-pura untuk pemujaan Hyang Widhi beserta manifestasinya juga terdapat tempat pemujaan untuk roh suci leluhur yakni Bhatara/Bhatari yang disebut: Sanggah/Pemerajan, Dadia/Paibon, Padharman.

Di Gelgel, semasa pemerintahan Ide Bethara Dalem Semara Kepakisan dibangun pula Pura Dasar Bhuwana yang disungsung oleh warga keturunan Ide Bethara Dalem Sri Kresna Kepakisan, Ide Bethara Mpu Gnijaya (Pasek Sanak Sapta Rsi), dan keturunan Ide Bethara Mpu Saguna (Maha Smaya Warga Pande).
Dalem Kresna Kepakisan adalah penganut sekte Waisnawa, mungkin saja dari Sub Sekte Bhagawata , mengingat nama kresna yangbelau pergunakan sehingga wajarlah beliau dikelilingi oleh para Bujangga Waisnawa, baik Bujangga Waisnawa yang di bali maupun yang menyertai Belia dari Jawa.

F. Bidang Kesenian dan Kesusastraan
Kehidupan seni budaya ketika itu telah berkembang dengan baik sebagai kelanjutan perkembangan seni budaya jaman Bali Kuna abad 10-14 M. Ketika itu masyarakat Bali telah mengenal beberapa jenis kesenian seperti: lakon topeng, diman pada jaman Bali Kuna disebut dengan nama pertapukan. Demikian pula tontonan wayang telah dikenal pada masa Bali Kuna yang disebut Parwayang. Seni tabuh telah pula dikenal dalam prasasti Bali Kuna disebut-sebut nama alat pemukul gamelan, tukang kendang, peniup seruling dan lain- lainnya Ketika masa Samprangan masyarakat Bali telah mengenal beberapa kitab kesusastraan yang berfungsi sebagai penuntun kejiwaan masyarakat, sehingga mereka dapat berbuat sesuai dengan ajaran-ajaran agama. Beberapa kitab kesusastraan yang dikenal ketika masa Samprangan adalah: kesusastraan Calonarang, Bharatayuddha, Ramayana, Arjuna Wiwaha dan lain-lain.

G. Akhir Pemerintahan Dalem Ketut Sri Kresna Kepakisan
Dalem Sri Kresna Kepakisan moksah pada tahun 1373 M atau 1295 isaka. Beliau digantikan oleh putranya yang tertua yaitu Dalem Wayan, bergelar Dalem Sri Agra Samprangan

Silsilah Ide Bethara Dalem Tarukan.
Sumber, http://sejarah-puri-pemecutan.blogspot.com/2010/01/dalem-ketut-ngulesir-1380-raja-bali-iii.html
Sanghyang Pasupati berputra :
1. Bhatara Hyang Gnijaya
2. Bhatara Hyang Putranjaya
3. Bhatari Dewi Danuh4. Bhatara Hyang Tugu
5. Bhatara Hyang Manikgalang
6. Bhatara Hyang Manikgumawang
7. Bhatara Hyang Tumuwuh

Bhatara Hyang Gnijaya berputra, Mpu Withadharma (Sri Mahadewa)

Mpu Withadharma berputra :1. Mpu Bhajrasattwa (Mpu Wiradharma)
2. Mpu Dwijendra (Mpu Rajakretha)

Mpu Bhajrasattwa berputra :
Mpu Tanuhun (Mpu Lampita)

Mpu Tanuhun berputra :
1. Mpu Gnijaya
2. Mpu Sumeru (Mpu Mahameru)
3. Mpu Ghana
4. Mpu Kuturan (Mpu Rajakretha)
5. Mpu Bharadah (Mpu Pradah)

Mpu Bharadah berputra :
1. Mpu Siwagandu
2. Ni Dyah Widawati
3. Mpu Bahula

Mpu Bahula berputra :
1. Mpu Tantular (Mpu Wiranatha)
2. Ni Dewi Dwararika
3. Ni Dewi Adnyani
4. Ni Dewi Amerthajiwa
5. Ni Dewi Amerthamanggali

Mpu Tantular berputra :
1. Danghyang Kepakisan
2. Danghyang Smaranatha
3. Danghyang Sidhimantra
4. Danghyang Panawasikan

Danghyang Kepakisan berputra :
Sri Soma Kepakisan

Sri Soma Kepakisan berputra :
1. Sri Juru (Dalem Blambangan)
2. Sri Bhima Sakti (Dalem Pasuruan)
3. Sri Kepakisan (Dalem Sumbawa)
4. Sri Kresna Kepakisan (Dalem Bali)

Sri Kresna Kepakisan berputra :

1. Dalem Samprangan
2. Dalem Tarukan
3. Dewa Ayu Wana
4. Dalem Sri Smara Kepakisan
5. Dewa Tegal Besung

Mpu Tanuhun (Mpu Lampita) berputra lima, yaitu
1. Mpu Gnijaya,
2. Mpu Sumeru,
3. Mpu Ghana,
4. Mpu Kuturan, dan
5. Mpu Bharadah.
Kelimanya disebut Panca Tirta.

Mpu Gnijaya menurunkan Sapta Rsi, yaitu:
Mpu Ketek,
Mpu Kananda,
Mpu Wiradnyana,
Mpu Withadharma,
Mpu Ragarunting,
Mpu Preteka, dan
Mpu Dangka.
Beliau bertujuh selanjutnya, lama-kelamaan menurunkan Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi.

Saudara bungsu Mpu Gnijaya yaitu Mpu Bharadah lama-kelamaan menurunkan Para Gotra Sentana Dalem Tarukan atau dikenal sebagai Warga Pulasari. Adanya tali kekeluargaan seperti itulah yang disadari oleh Warga Pasek di pegunungan di saat beliau-beliau membantu dan menyelamatkan Ide Bethara Dalem Tarukan di pengungsian sebagaimana telah diuraikan di muka. Patutlah Warga Pulasari berhutang budi kepada Warga Pasek. Kesadaran ini pula yang mungkin mendasari ide pembangunan Pura Pusat Pulasari berdampingan dengan Pura Pasek.

Di Bali gelar "Pasek" yang berasal dari perkataan "Pacek"(= paku) pertama kali digunakan oleh Arya Kepasekan, yaitu putra Mpu Ketek yang termasuk kelompok Sapta Rsi.

Ada juga Warga Pasek yang di luar kelompok Sapta Rsi, yaitu keturunan dari Mpu Sumeru yang berputra Mpu Kamareka, selanjutnya menurunkan Warga Pasek Kayu Selem, Pasek Celagi, Pasek Tarunyan, dan Pasek Kayuan. Beliau-beliau juga sangat besar jasanya menyelamatkan Ide Bethara Dalem Tarukan.

Kesimpulannya bahwa gelar: Kepakisan, Paku, Pasek bermakna dan berderajat sama yaitu sebagai fungsi kekuasaan atau pemimpin di suatu wilayah tertentu atau pemimpin suatu penugasan/jabatan tertentu yang didelegasikan oleh Dalem (Kaisar = Maha Raja, atau Raja)
1.Tidak merabas pohon atau memakan buah: Jawa, Jali.
2.Tidak mengurung, membunuh, atau memakan daging burung Puyuh dan Perkutut.
3.Tidak memakan beras mentah.
4.Mayat yang dikubur atau dibakar kepalanya di arah Barat.
5.Tidak memelihara dan memakan daging Manjangan.
6.Tidak menerima sebutan/ucapan: "cai" dan "cokor I Dewa"
7.Boleh menerima sebutan/ucapan: "Jero", "Ratu", "Gusti"
8.Upacara pelebon boleh menggunakan:
• Sebagaimana layaknya seorang Raja.
• Pemereman Padma Terawang
• Pemereman Bade Tumpang Pitu
• Benusa
• Tumpang salu dari bambu “ampel” kuning
• Ulon
• Jempana
• Rurub Kajang Pulasari
• Daun Pisang Kaikik
• Bale Gumi berundak tujuh
• Bale Silunglung
• Damar kurung
• Upacara ngaskara lengkap
9.Tidak membuang atau menyia-nyiakan makanan, minuman, dan uang.